HUDUD DAN HIKMAHNYA
Menurut kitab :
جَمْعُ حَدٍّ وَهُوَ لُغَةً الْمَنْعُ وَسُمِّيَتِ
الْحُدُوْدُ بِذَلِكَ لِمَنْعِهَا مِنِ ارْتِكَابِ الْفَوَاحِشِ
Lafadz
al hudud adalah bentuk jama’ dari lafadz “had”. Had secara bahasa bermakna
mencegah.Disebut dengan nama Had, karena bisa mencegah dari melakukan
perbuatan-perbuatan keji. [1]
Berbagai
hukuman perbuatan maksiat dinamakan
had karena umumnya
hukuman-hukuman tersebut dapat mencegah pelaku maksiat untuk kembali
kepada kemaksiatan yang pernah ia lakukan. Hukuman had merupakan media penjera
pelaku maksiat hingga ia tak mau mengulangi kemaksiatannya.Sedangkan menurut
istilah syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman tertentu yang telah ditetapkan
Allah sebagai sanksi hukum terhadap pelaku tindak kejahatan selain pembunuhan
dan penganiayaan. Tujuan inti dari hudud yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia.
Dalam istilah Fikih, berbagai tindak kejahatan yang diancam dengan hukuman had
diistilahkan dengan jaraimul hudud. Macam
jaraimul hudud yang senantiasa
dikupas dalam berbagai referensi Fikih adalah;
1.
Zina
2.
Qadhaf (menuduh zina)
3.
Mencuri
4.
Meminum khamr
5.
Murtad
7.
Hirabah (mengambil harta orang lain dengan kekerasan / ancaman senjata,
dan terkadang diikuti dengan aksi pembunuhan).
Hukuman
dalam bentuk had berbeda dengan hukuman dalam bentuk qishash, walaupun sebagian
ada kesamaan jenisnya. Karena had merupakan hak Allah SWT., sedangkan qishash
adalah hak manusia sebagai hamba Allah SWT. Had tidak bisa gugur karena dimaafkan
oleh pihak yang dirugikan. Sedangkan qishash dapat gugur jika pihak yang
dirugikan memaaβkan.
I.
ZINA
a.
Pengertian Zina
Zina adalah perbuatan
dengan cara memasukkan alat kelamin Laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan
yang mendatangkan syahwat, dalam
persetubuhan yang haram, yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan
yang sah.Maksud dari perempuan yang mendatangkan syahwat adalah seorang yang
berjenis kelamin perempuan baik yang dewasa (baligh) ataupun yang masih kecil.
Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa persetubuhan dengan hewan ataupun
mayat tidak bisa dikategorikan zina. Pelaku tindak keji tersebut tidak terkena
had.
Walaupun demikian, hakim
atau penguasa berhak men-ta’zir (menghukumnya dengan pertimbangan
maslahat) hingga ia jera dan menyadari
bahwa perbuatan menyetubuhi hewan ataupun mayat adalah tindakan haram yang
harus dihindari.Adapun maksud dari persetubuhan yang haram menurut zat
perbuatannya adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang bukan
suami istri (hubungan seksual di luar pernikahan atau perkawinan yang sah). Sedangkan
maksud dari “bukan karena syubhat” adalah perzinaan yang terjadi bukan karena
seorang laki-laki mengira bahwa wanita yang ia setubuhi adalah pasangan yang
sah untuknya, seperti istrinya. Jika seorang laki-laki menyetubuhi seorang
wanita yang ia kira adalah istrinya, maka had tidak dikenakan untuknya.
Para ulama sepakat bahwa zina hukumnya
haram dan termasuk salah satu bentuk dosa besar. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ
وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati
zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk (Qs. Al-isra`: 32)
Di antara hadis tentang keharaman zina
yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud berikut:
Saya
(Abdullah Ibnu Mas’ud)
bertanya: “Ya Rasulullah
dosa apakah yang
paling besar?” Nabi
menjawab: “Engkau menyediakan
sekutu bagi Allah
Swt., padahal dia menciptakan kamu.”
Saya bertanya lagi:
”Kemudian (dosa) apalagi?”
Nabi menjawab: ”Engkau
membunuh anakmu karena
khawatir jatuh miskin”
Saya bertanya lagi: “Kemudian
apalagi?” Beliau menjawab: “Engkau berzina dengan istri etanggamu.” (HR.Bukhari
dan Muslim)
c. Dasar Penetapan Hukum
Zina
Penerapan had bagi
yang melakukan perbuatan
zina (laki-laki dan perempuan) dapat
dilaksanakan jika tertuduh
diyakini benar-benar melakukan
perzinaan. Untuk itu diperlukan penetapan secara syara’. Namun Rasulullah
sangat hati-hati dalam melaksanakan had zina ini. Beliau tidak akan
melaksanakan had zina sebelum yakin bahwa tertuduh benar-benar berbuat zina.
Berikut
dasar-dasar yang dapat
digunakan untuk menetapkan
bahwa seseorang telah benar-benar berbuat zina:
1.
Adanya empat orang saksi laki-laki yang adil. Kesaksian mereka harus
sama dalam hal tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya. Firman Allah SWT:
Artinya : Dan (terhadap) para wanita yang
mengerjakan perbuatan keji , hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu
(yangmenyaksikannya). (QS. An-nisa:15)
2. Pengakuan pelaku zina, sebagaimana
dijelaskan dalam hadis Jabir bin
Abdillah r.a. berikut ini:
“Dari Jabir
bin Abdullah al-Anshari
ra. Bahwa seorang
laki-laki dari Bani
Aslam datang kepada
Rasulullah dan menceritakan
bahwa ia telah
berzina. Pengakuan ini
diucapkan empat kali.
Kemudian Rasul menyuruh
supaya orang tersebut dirajam dan orang tersebut adalah
muhshan.” (HR. al-Bukhari)
Sebagian ulama berpendapat bahwa
kehamilan perempuan tanpa suami dapat dijadikan dasar penetapan perbuatan zina.
Akan tetapi Jumhu Ulama’ berpendapat
sebaliknya. Kehamilan saja
tanpa pengakuan atau
kesaksian empat orang yang adil tidak dapat dijadikan dasar penetapan
zina.Had zina dapat dijatuhkan terhadap pelakunya, jika telah terpenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Pelaku zina sudah baligh dan berakal
2.
Perbuatan zina dilakukan tanpa paksaan
3. Pelaku zina mengetahui bahwa
konsekuensi dari perbuatan zina adalah had
4. Telah
diyakini secara syara’
bahwa pelaku tindak
zina benar-benar melakukan
perbuatan keji tersebut.
d. Macam-macam Zina dan
Had-nya
Dalam
kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
وَالزِّنَى عَلَى
ضَرْبَيْنِ مُحْصَنٍ وَغَيْرِ مُحْصَنٍ
1.
Zina Mukhshan
Perbuatan zina yang dilakukan oleh
seorang yang sudah menikah. Ungkapan “seorang yang sudah menikah” mencakup
suami, istri, janda, atau duda. Had (hukuman) yang diberlakukan kepada pezina
mukhshan adalah rajam. Teknis penerapan
hukuman rajam yaitu, pelaku zina mukhshan dilempari batu yang berukuran sedang
hingga benar-benar mati. Batu yang digunakan tidak boleh
terlalu kecil sehingga
memperlama proses kematian
dan hukuman. Sebagaimana juga
tidak dibolehkan merajam
dengan batu besar hingga
menyebabkan kematian seketika
yang dengan itu
tujuan “memberikan pelajaran” kepada pezina mukhshon tidak tercapai.
2.
Zina Ghairu Mukhshan
Zina yang dilakukan oleh seseorang yang
belum pernah menikah. Para ahli Fikih sepakat bahwa had (hukuman) bagi pezina
ghairu mukhshan baik
laki-laki ataupun perempuan
adalah cambukan sebanyak 100 kali
dan diasingkan selama 1 tahun. Seperti sabda nabi dibawah ini:
“
Dari Zaid bin
Khalid Al-Juhaini, dia
berkata : “Saya
mendengar Nabi menyuruh
agar orang yang
berzina dan ia
bukan muhshan, didera
100 kali dan
diasingkan selama satu tahun.”(HR.al-Bukhari)
e. Hikmah Diharamkannya
Zina
Zina merupakan sumber berbagai tindak
kemaksiatan. Di antara hikmah terpenting diharamkannya zina adalah:
2.
Menjaga harga diri dan kehormatan manusia.
3.
Menjaga ketertiban dan keteraturan rumah tangga.
4.
Memunculkan rasa kasih
sayang terhadap anak
yang dilahirkan dari pernikahan sah.
II. QADZAF
a. Pengertian Qadzaf
Secara bahasa qadhaf yaitu melempar
dengan batu atau yang semisalnya (ar-ramyu
bil hijarah wa
ghairiha). Adapun menurut istilah, qadhaf adalah melempar tuduhan zina
kepada seorang yang dikenal baik secara terang-terangan.
b. Hukum Qadzaf
Di
antara dalil-dalil yang menegaskan keharaman qadzaf adalah:
•
Firman Allah SWT dalam an-Nur ayat 23:
إِنَّ ٱلَّذِينَ
يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ٱلۡغَٰفِلَٰتِ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ لُعِنُواْ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ
وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ ٢٣
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang
menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka
kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar (QS.
An-nur:23)
• Sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan
Abu Hurairah r.a.:
”Dari
Abu Hurairah ra.
Nabi bersabda: “Jauhilah
olehmu tujuh (perkara)
yang membinasakan”, Nabi
ditanya: “Apa saja
perkara itu, ya
Rasulullah?” Rasul menjawab:
“Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan jalan yang sah menurut syara’,
memakan harta anak yatim, berpaling dari
medan perang, dan
menuduh zina wanita
baik-baik yang tak
pernah ingat berbuat keji, lagi beriman.” (H.R. al-Bukhari
dan Muslim)
Had (hukuman) bagi pelaku qadzaf adalah
cambuk sebanyak 80 kali bagi yang merdeka,
dan cambuk 40 kali bagi budak, karena hukuman budak setengah hukuman
orang yang merdeka.Allah SWT berfirman dalam surat an-Nur ayat 4:
وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ
ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ
جَلۡدَةٗ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
٤
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka
itulah orang-orang yang fasik.( QS. An-nur:4)
d. Syarat-syarat
berlakunya Had Qadzaf
Ada
beberapa syarat mengenai had
qadzaf yang dijatuhkan
terhadap penuduh zina sebagai berikut:
1. Tertuduh berzina adalah mukhshan. Pengertian
mukhshan dalam qadzaf berbeda dengan mukhshan dalam masalah zina. Dalam qadzaf,
mukhshan adalah orang baik yang benar-benar tidak berzina. Adapun mukhshan
dalam pembahasan zina adalah seorang yang sudah pernah menikah.
2.
Penuduh baligh dan berakal
3. Tuduhan berzina benar-benar sesuai
aturan syara’, di mana saksi dalam kasus qadzaf adalah dua orang laki-laki adil
yang menyatakan bahwa penuduh telah menuduh orang baik-baik berbuat zina atau
pengakuan dari penuduh sendiri bahwa dirinya telah menuduh orang baik-baik
berbuat zina.
Seorang yang menuduh orang baik-baik
berzina bisa terlepas darihad qadzaf jika salah satu dari tiga hal di bawah ini
terjadi:
1.
mengemukakan empat orang saksi
laki-laki adil bahwa yang tertuduh benar-benar telah berzina.
2.
dimaafkan oleh yang tertuduh
3. orang yang menuduh istrinya berzina
terlepas dari hukuman dengan jalan li`an. Li’an (sumpah seorang suami atas nama Allah
SWT. sebanyak 4 kali).
g. Hikmah Dilarangnya
Qadzaf
Timbulnya efek negatif yang dimunculkan qadzaf adalah tercemarnyanama
baik tertuduh, serta jatuhnya harga diri dan kehormatannya di mata masyarakat.
Karenanya, Islam mengharamkan qadzaf dan menetapkan had bagi pelakunya.
Diantara hikmah terpenting penetapan had qadzaf adalah:
1.
Menjaga kehormatan diri seseorang di mata masyarakat
2. Agar seseorang tidak begitu mudah
melakukan kebohongan dengan cara menuduh orang lain berbuat zina
3. Agar si penuduh merasa jera dan sadar
dari perbuatannya yang tidak terpuji
4.
Menjaga keharmonisan pergaulan antar sesama anggota masyarakat
5.
Mewujudkan keadilan dikalangan masyarakat berdasarkan hukum yang
Benar.
III. MEMINUM MINUMAN KERAS
a. Pengertian Khamr
“Tiap-tiap yang memabukkan disebut khamr,
dan tiap-tiap khamr hukumnya haram.”(HR. Muslim)
b. Hukum Minuman Keras
Sudah menjadi ijma’ ulama bahwa hukum
minuman keras (khamr) haram. Mengkonsumsi khamr merupakan dosa besar. Diantara
dalil yang menegaskan keharaman minuman keras adalah:
•
Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 90:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ
وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
• Sabda Rasulullah Saw.
“Dari Abdullah bin Umar, Rasullah
bersabda: “Barang siapa meminum khamr di
dunia dan ia
tidak bertaubat maka
(Allah) mengharamkannya di akhirat”(HR.
Muslim)
c. Had Minum Khamr
Sebagaimana ulama telah sepakat akan
haramnya khamr, mereka juga sepakat bahwa orang yang meminumnya wajib dikenai
hukuman (had), baik ia mengkonsumsi sedikit atau banyak. Landasan syar’i
terkait hal ini adalah:
“Dari Anas bin Malik ra, dihadapkan
kepada Nabi saw seorang yang telah minum
khamr, kemudian beliau
menjilidnya dengan dua
tangkai pelepah kurma kira-kira 40 kali.” (Muttafaq Alaih)
Para ulama berbeda pendapat mengenai
jumlah pukulan bagi peminum khamr. Berikut ringkasan perbedaan pendapat mereka:
1.
Jumhrul ulama
(mayoritas ulama) diantaranya Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa jumlah pukulan
dalam had minuman keras 80 kali.
Alasan mereka, bahwa para sahabat di
zaman Umar bin Khatthab pernah bermusyawarah
untuk menetapkan seringan-ringannya hukuman
had. Kemudian mereka bersepakat bahwa jumlah minimal had adalah pukulan
sebanyak 80 kali. Dari kesepakatan inilah, selanjutnya Umar menetapkan bahwa
had bagi peminum khamr adalah cambuk sebanyak 80 kali.
2. Imam syafi’i, Abu Daud dan Ulama’
Dzahiriyyah
berpendapat bahwa jumlah had minum
khamr adalah 40 kali cambuk, tetapi
imam/hakim boleh menambahkannya sampai 80 kali. Tambahan 40 kali merupakan
ta’zir yang merupakan hak imam/hakim.
Alat pukul yang digunakan untuk menghukum
peminum khamar bisa berupa sepotong kayu, sandal, sepatu, tongkat, tangan, atau
alat pukul lainnya.
d. Hikmah Diharamkannya
Minuman Khamr
1. Masyarakat
terhindar dari kejahatan seseorang yang diakibatkan pengaruh minum khamr.
Peminum khamr yang sudah sampai tingkat “pecandu” tidak akan mampu menghindar
dari tindak kejahatan/kemaksiatan. Karena khamr merupakan induk segala macam
bentuk kejahatan. Maka, ketika khmar diharamkan dan kebiasaan meminumnya bisa
dihilangkan, secara otomatis berbagai tindak kejahatan akan sirna, atau paling
minimal menurun drastis.
2. Menjaga kesehatan
jasmani dan rohani dari
berbagai penyakit yang disebabkan oleh
pengaruh minum khamr
seperti busung lapar,
hilang ingatan, atau berbagai penyakit berbahaya lainnya.
3.
Masyarakat terhindar dari
siksa kebencian dan
permusuhan yang diakibatkan oleh
pengaruh khamr. Sebagaimana maklum adanya, khamr selain mengakibatkan berbagai
macam penyakit juga menjadikan mental pecandunya tidak stabil. Pecandu khamr
akan mudah tersinggung dan salah paham hingga dirinya akan selalu diselimuti
kebencian dan permusuhan.
4.
Menjaga
hati agar tetap bersih, jernih, dan dekat kepada Allah ta’ala. Karena khamr
akan mengganggu kestabilan jasmani dan rohani. Hati pecandu khamr hari demi
hari akan semakin jauh dari Allah. Hatinya menjadi gelap, keras hingga ia tak
sungkan-sungkan melakukan pelanggar terhadap aturan syar’i.
IV. MENCURI
a. Pengertian Mencuri
Secara
bahasa mencuri adalah
mengambil harta atau
selainnya secara sembunyi-sembunyi.
dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa praktik pencurian
1.
Pelaku pencurian adalah mukallaf
2.
Barang yang dicuri milik orang lain
3.
Pencurian dilakukan dengan cara diam-diam atau sembunyi-sembunyi
4.
Barang yang dicuri disimpan di tempat penyimpanan
5.
Pencuri tidak memiliki andil
kepemilikan terhadap barang yang dicuri. Jika pencuri memiliki andil
kepemilikan seperti orang tua yang mencuri harta anaknya maka orang tua
tersebut tidak dikenai hukuman had, walaupun ia mengambil barang anaknya yang
melebihi nishab pencurian.
6. Barang yang dicuri mencapai jumlah
satu nisab Praktik pencurian yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas
pelakunya tidak dikenai had. Pun demikian, hakim berhak menjatuhkan hukuman
ta’zir kepadanya.
b. Pembuktian Praktik
Pencurian
Disamping
syarat-syarat di atas, had mencuri tidak
dapat dijatuhkan sebelum tertuduh
praktik pencurian benar-benar diyakini-secara syara’- telah melakukan pencurian
yang mengharuskannya dikenai had. Tertuduh harus dapat dibuktikan melalui salah
satu dari tiga kemungkinan berikut:
1.
Kesaksian dari dua orang saksi yang adil dan merdeka
2.
Pengakuan dari pelaku pencurian itu sendiri
3.
Sumpah dari penuduhJika terdakwa pelaku pencurian menolak tuduhan tanpa
disertai sumpah, maka hak sumpah berpindah kepada penuduh. Dalam situasi
semisal ini, jika penuduh berani bersumpah, maka tuduhannya diterima dan secara
hukum tertuduh terbukti melakukan pencurian
Jika pencurian telah memenuhi
syarat-syarat sebagaimana dijelaskan di atas, maka pelakunya wajib dikenakan had
mencuri, yaitu potong tangan. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Maidah ayat
38:
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ
فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلٗا مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٣٨
Artinya: Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana(QS.Al-maidah:38).
dalam hadis Rasulullah dijelaskan sebagai berikut:
“Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya
Rasulullah bersabda mengenai pencuri: "jika ia mencuri (kali pertama)
potonglah satu tangannya, kemudian jika ia mencuri (kali kedua)
potonglah salah satu
kakinya, jika ia
mencuri (kali ketiga)
potonglah tangannya (yang lain),
kemudian jika ia mencuri (kali keempat) potonglah kakinya (yang lain)."
(HR. al-Daruqutni)
Imam Malik dan imam Syafi’i berpendapat
bahwa had mencuri mengikuti urutan sebagaimana berikut:
1.
Potong tangan kanan jika pencurian baru dilakukan pertama kali
2.
Potong kaki kiri jika pencurian dilakukan untuk kali kedua
3.
Potong tangan kiri jika pencurian dilakukan untuk kali ketiga
4.
Potong kaki kanan jika pencurian dilakukan untuk kali keempat
5.
Jika pencurian dilakukan untuk kelima kalinya maka hukuman bagi pencuri
adalah ta’zir dan ia dipenjarakan hingga bertaubat.
d. Nisab (kadar) Barang
yang Dicuri
Para ulama berbeda pendapat terkait nisab
(kadar minimal) barang yang
dicuri.
•
Menurut madzhab Hanafi, nishab barang curian adalah 10 dirham
• Menurut jumhur ulama, nishab barang
curian adalah ¼ dinar emas, atau tiga dirham perak.Dalil yang dijadikan
sandaran jumhur ulama terkait penetapan had nishab ¼ dinar emas atau tiga
dirham perak adalah:
•
Hadis yang diriwayatkan imam Muslim dalam kitab shahihnya dan imam Ahmad
dalam kitab musnadnya, dimana Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari
Aisyah, bahwa Rasulullah SAW. Menjatuhkan had potong tangan pada pencuri
seperempat dinar atau lebih.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah)
• Dan dalam riwayat imam Bukhori :
“Tangan dipotong (pada pencurian) ¼ dinar
atau lebih.”
Adapun tentang harga dinar atau dirham
selalu berubah-ubah. Satu dinar emas diperkirakan seharga 10-12 dirham. Jika
dihargakan dengan emas, satu dinar setara dengan 13,36 gram emas. Jadi
diperkirakan nishab barang curian adalah 3,34 gram emas (1/4 dinar).
e. Pencuri yang Dimaafkan
”Diriwayatkan dari
Amr bin Syuaib,
dari ayahnya, dari
kakeknya: “Sesungguhnya Rasulullah
saw bersabda :
“Maafkanlah had selama
masih berada ditanganmu, adapun had yang sudah sampai
kepadaku, maka wajib dilaksanakan.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
f. Hikmah Had bagi
Pencuri
Adapun hikmah dari had mencuri antara lain
sebagai berikut:
1.
Seseorang tidak akan dengan mudah mengambil barang orang lain karena hal
tersebut akan memunculkan efek ganda. Ia akan menerima sanksi moral yaitu malu,
sekaligus mendapatkan sanksi yang merupakan hak adam yaitu had.
2. Seseorang akan memahami betapa hukum Islam
benar-benar melindungi hak milik seseorang. Karunia Allah terkait harta manusia
bukan hanya dari sisi jumlahnya, lebih dari itu, saat harta tersebut telah
dimiliki secara syah melalui jalur halal, maka ia akan mendapatkan jaminan
perlindungan.
3.
Menghindarkan manusia dari sikap malas. Mencuri selain merupakan cara
singkat memiliki sesuatu secara tidak syah, juga merupakan perbuatan tidak
terpuji yang akan memunculkan sifat malas. Sifat ini jelas bertentangan dengan
nilai-nilai Islam
4.
Membuat jera pencuri hingga dirinya terdorong untuk mencari rizki yang
halal.
a. Pengertian Penyamun,
Perampok, dan Perompak
Penyamun, perampok, dan perompak adalah
istilah yang digunakan untuk pengertian “mengambil harta orang lain dengan
menggunakan cara kekerasan atau mengancam pemilik harta dengan senjata dan
terkadang disertai dengan pembunuhan”. Perbedaannya hanya ada pada tempat
kejadiannya;
•
menyamun dan merampok di darat
•
sedangkan merompak di laut
Dalam kajian fikih, praktik menyamun,
merampok, atau merompak masuk dalam pembahasan hirabah atar qatut tharıq
(penghadangan di jalan).
b. Hukum Penyamun,
Perampok, dan Perompak
Seperti
diketahui merampok, menyamun
dan merompak merupakan kejahatan yang bersifat mengancam
harta dan jiwa. Kala seseorang merampas harta orang lain, dosanya bisa lebih
besar dari dosa seorang pencuri, karena dalam praktik perampasan harta ada
unsur kekerasan. Jika perampas harta sampai membunuh korbannya, maka dosanya
menjadi lebih besar lagi, karena ia telah melakukan perbuatan dosa besar yang
jelas-jelas diharamkan agama. Maka wajar adanya, jika perampok, penyamun, dan
perompak mendapatkan hukuman ganda. Ia dikenai had, dan diancam hukuman akhirat
yang berupa adzab dahsyat. Allah Swt. berfirman:
ذَٰلِكَ لَهُمۡ خِزۡيٞ فِي ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَهُمۡ
فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ٣٣
Artinya : Yang demikian itu (sebagai)
suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan
yang besar (QS. Al-Maidah : 33)
c. Had Perampok,
Penyamun, dan Perompak
ِنَّمَا جَزَٰٓؤُاْ
ٱلَّذِينَ يُحَارِبُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَسۡعَوۡنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَسَادًا
أَن يُقَتَّلُوٓاْ أَوۡ يُصَلَّبُوٓاْ أَوۡ تُقَطَّعَ أَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم مِّنۡ
خِلَٰفٍ أَوۡ يُنفَوۡاْ مِنَ ٱلۡأَرۡضِۚ ذَٰلِكَ لَهُمۡ خِزۡيٞ فِي ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَهُمۡ
فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ٣٣
Artinya : Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
Dari ayat di atas para ulama sepakat
bahwa had perampok, penyamun, dan perompak berupa : potong tangan dan kaki
secara menyilang, disalib, dibunuh dan diasingkan dari tempat
kediamannya.Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai had yang disebutkan
dalam ayat tersebut, apakah ia bersifat tauzî’î dimana satu hukuman disesuaikan
dengan perbuatan yang dilakukan seseorang, atau had tersebut bersifat takhyiri
sehingga seorang hakim bisa memilih salah satu dari beberapa pilihan hukuman
yang ada.Jumhur ulama sepakat bahwa hukuman yang dimaksudkan dalam suratal-Maidah
ayat 33 bersifat tauz’i. Karenanya, had dijatuhkan sesuai dengan kadar
kejahatan yang dilakukan seseorang. Berikut simpulan akhir pendapat mayoritas
ulama terkait had yang ditetapkan untuk perampok, penyamun, dan perompak:
1.
Jika seseorang merampas harta orang lain dan membunuhnya maka hadnya
adalah dihukum mati kemudian disalib
2.
Jika seseorang tidak sempat merampas harta orang lain akan tetapi ia
membunuhnya, maka hadnya adalah dihukum mati.
3. Jika seseorang merampas harta orang
lain dan tidak membunuhnya maka hadnya adalah dihukum potong tangan dan kaki
secara menyilang.
d. Perampok, Penyamun, dan
Perompak Yang Taubat
Taubatnya perampok, penyamun, dan
perompak setelah tertangkap tidak dapat
mengubah sedikitpun ketentuan
hukum yang ada padanya. Namun jika mereka bertaubat sebelum
tertangkap, semisal menyerahkan diri dan menyatakan taubat dengan kesadaran
sendiri, maka gugurlah had. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt.:
إِلَّا ٱلَّذِينَ
تَابُواْ مِن قَبۡلِ أَن تَقۡدِرُواْ عَلَيۡهِمۡۖ فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ
رَّحِيمٞ ٣٤
Artinya : kecuali orang-orang yang taubat
(di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Diisyaratkan dalam ayat tersebut bahwa Allah
Swt. akan mengampuni mereka (perampok, penyamun, perompak) yang bertaubat
sebelum tertangkap. Ayat ini menunjukkan bahwa had yang merupakan hak Allah
dapat gugur, jika yang bersangkutan bertaubat sebelum tertangkap.
e. Hikmah Pengharaman
Merampok, Menyamun dan Merompak
VI. BUGHAT (PEMBANGKANG)
a.
Pengertian Bughat
Kata
bugootun adalah jamak dari isim
fail baagin Akar katanya bago-yabgi
yang berarti: mencari, dan dapat pula berarti maksiat, melampaui batas,
berpaling dari kebenaran, dan dzalim.Adapun bughat dalam pengertian syara’
adalah orang-orang yang menentang atau memberontak pemimpin Islam yang terpilih
secara sah. Tindakan yang dilakukan bughat bisa berupa memisahkan diri dari
pemerintahan yang sah, membangkang perintah pemimpin, atau menolak berbagai
kewajiban yang dibebankan kepada mereka.
Seorang baru bisa dikategorikan sebagai bughat dan dikenai had bughat
jika beberapa kriteria ini melekat pada diri mereka:
1. Memiliki kekuatan, baik berupa pengikut
maupun senjata. Dari kriteria ini bisa disimpulkan bahwa penentang imam yang
tak memiliki kekuatan dan senjata tidak bisa dikategorikan sebagai bughat.
2. Memiliki takwil (alasan) atas tindakan mereka
keluar dari kepemimpinan imam atau
tindakan mereka menolak kewajiban.
3. Memiliki
pengikut yang setia kepada mereka.munculnya
ultimatum itu mereka
meminta waktu, maka
harus diteliti terlebih dahulu
apakah waktu yang diminta tersebut akan digunakan untuk memikirkan kembali
pendapat mereka, atau
sekedar untuk mengulurwaktu. Jika ada indikasi jelas bahwa
mereka meminta penguluran waktu untuk merenungkan pendapat-pendapat mereka,
maka mereka diberi kesempatan, akan tetapi sebaliknya,
jika didapati indikasi bahwa mereka meminta
penguluran waktu hanya
untuk mengulur-ulur waktu
maka mereka tak diberi kesempatan untuk itu.
c.
Status Hukum Pembangkang
Kalangan bughat tidak dihukumi kafir.
Allah sampaikan hal ini dalam firman-nya pada surat al-Hujurat ayat 9:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِن وَرَآءِ ٱلۡحُجُرَٰتِ
أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ ٤
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan
mereka tidak mengerti.
Pembangkang
yang taubat, taubatnya diterima dan ia tidak boleh dibunuh. Oleh sebab itu,
para bughat yang tertawan tidak boleh diperlakukan secara sadis, lebih-lebih
dibunuh. Mereka cukup ditahan saja hingga sadar. Adapun harta
mereka yang terampas
tidak boleh disamakan
dengan ghanimah. Karena setelah mereka sadar, harta tersebut kembali
menjadi harta mereka. Bahkan jika didapati kalangan bughat yang terluka saat
perang, mereka tidak boleh serta merta dibunuh. Terkait hal ini Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan bahwa kala terjadi perang Jamal, Ali menyuruh agar
diserukan: “Yang telah mengundurkan diri jangan dikejar, yang luka-luka jangan
segera dimatikan, yang tertangkap jangan dibunuh, dan barang siapa yang
meletakkan senjatanya harus diamankan.