JINAYAT DAN
HIKMAHNYA
Dalam ilmu Fikih
persoalan-persoalan mengenai perbuatan kejahatan dan sanksi hukum yang
dikenakan terhadap pelakunya dibicarakan dalam bab jarimah atau uqubah. Jarimah
menjangkau dua kelompok pembahasan yaitu jinayat dan hudud. Jinayat yaitu
pembahasan mengenai tindak kejahatan pembunuhan dan penganiayaan serta sanksi
hukumnya seperti qishash, diyat dan kaffarah. Sedangkan hudud membahas tentang
tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan seperti berzina, qadzaf,
mencuri, merampok dan lain-lain serta sangsi hukum yang dikenakan atas
pelaku-pelaku kejahatan tersebut.
I. JINAYAT
1. Pembunuhan
a. Pengertian Pembunuhan
Dalam bahasa
arab, pembunuhan disebut Al-qatl, yang berasal dari kata qatala artinya
mematikan atau suatu tindakan menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang
melanggar hukum, maupun yang tidak melanggar hukum. Sedangkan secara istilah pembunuh adalah pebuatan
manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja atau
pun tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan atau pun dengan alat yang
tidak mematikan, artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak
sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan.
b. Macam-macam Pembunuhan
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
الْقَتْلُ عَلَى
ثَلَاثَةِ أَضْرُبٍ لَا رَابِعَ لَهَا عَمْدٌ مَحْضٌ وَهُوَ مَصْدَرُ عَمَدَ
بِوَزْنِ ضَرَبَ وَمَعْنَاهُ الْقَصْدُ خَطَأٌ
مَحْضٌ وَعَمْدٌ خَطَأٌ
Pembunuhan
ada tiga macam, tidak ada yang ke empat. pertama- pembunuhan ‘amdun mahdun
(murni sengaja). Lafadz ‘amdun adalah bentuk masdar dari fi’il madli “’amida”
satu wazan dengan lafadz “dlaraba”, dan maknanya adalah sengaja, kedua dan
ketiga- khatha’ mahdlun (murni tidak sengaja), dan ‘amdun khatha’ (sengaja
namun salah).[1]
Pembunuhan
dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan seperti
sengaja, dan Pembunuhan Tersalah
1. Pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan
menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan (mutsaqal).
Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya dengan
menggunakan alat atau senjata yang mematikan.
Si pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh (korban) adalah orang
yang baik.
2. Pembunuhan seperti sengaja yaitu pembunuhan seperti sengaja adalah pembunuhan yang
dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya
tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
c. Dasar Hukum Larangan Membunuh
Membunuh
adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam menghormati dan
melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT:
. وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا
بِٱلۡحَقِّ ٣٣
Artinya : Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. (Qs. Al-isra`: 33)
Karena ada
ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang saling
membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, maka orang yang membunuh
maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka.
d. Hukuman
bagi Pelaku Pembunuhan
Pelaku atau
orang yang melakukan
pembunuhan setidaknya telah melangggar tiga macam hak, yaitu; hak
Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia
diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau
dimaafkan. Jika pembunuh dimaafkan, maka wajib baginya membayar diyat kepada
ahli waris korban. Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat
nanti, apakah pembunuh akan
dimaafkan oleh Allah
SWT., karena telah
melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut
keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
وَيَقْصِدَ الْجَانِيْ
قَتْلَهُ أَيِ الشَّخْصِ بِذَلِكَ الشَّيئِ
وَحِيْنَئِذٍ
فَيَجِبُ الْقَوَدُ أَيِ الْقِصَاصُ عَلَيْهِ أَيِ الشَّخْصِ الْجَانِيْ
Dan pelaku
sengaja untuk membunuh korban dengan sesuatu tersebut. Dan ketika demikian,
maka sang pelaku wajib di-qishash.[2]
Hukuman bagi
pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi
yang berat. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban
tidak diperbolehkan main hakim sendiri Jika keluarga korban memaafkan pelaku
pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat)
yang diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak
keluarga. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.
2. Pembunuhan seperti sengaja
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
فَلَا قَوَدَ
عَلَيْهِ أَيِ الرَّامِيْ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ دِيَّةٌ مُخَفَّفَةٌ وَسَيَذْكُرُ الْمُصَنِّفُ
بَيَانَ تَخْفِيْفِهَا عَلَى الْعَاقِلَةِ مُؤَجَّلَةٌ عَلَيْهِمْ فِيْ ثَلَاثِ سِنِيْن
Maka tidak
ada kewajiban qishash bagi orang yang melempar, akan tetapi ia wajib membayar diyat
mukhaffafah (yang diringankan) yang dibebankan kepada ahli waris ashabah si
pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun. [3]
Hadis
Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku
tindak pembunuhan sengaja (yang dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak
pembunuhan semi sengaja.
3.
Pembunuhan tersalah
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
فَلَا قَوَدَ عَلَيْهِ بَلْ تَجِبُ دِيَّةٌ مُغَلَّظَةٌ عَلَى
الْعَاقِلَةِ مُؤَجَّلَةٌ فِيْ ثَلَاثِ سِنِيْنَ وَسَيَذْكُرُ
Maka tidak
ada kewajiban had atas si pelaku, akan tetapi wajib membayar diyat
mughalladhah(diberatkan) yang dibebankan kepada waris si pelaku dengan cara
ditempo selama tiga tahun.[4]
Hukuman bagi
pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang
diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap
selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah
SAW., bersabda:
“Diyat khata’ itu terdiri dari 5 macam hewan.
20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor
unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor
unta jantan berumur dua tahun.”(H.R. Daruquthni)
وَمَن قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَٔٗا فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖ
وَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦٓ
Artinya: dan
barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu). (Qs. An-Nisa`:92)
e. Pembunuhan
secara Berkelompok
Apabila
sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, maka mereka harus
dihukum qishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin Khattab terkait
praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam Bukhari berikut:
“Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah
menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki
secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata :Seandainya
semua penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh
semua.” (HR. al-Bukhari)
f. Hikmah Larangan Membunuh
Islam
menerapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara kehormatan
dan keselamatan jiwa
manusia. Pelaku tindak pembunuhan diancam dengan hukuman yang
setimpal sesuai perbuatannya. Di antara dalil yang menjelaskan tentang hukuman
bagi pembunuh adalah:
• Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat
93:
Artinya :
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.(QS.An-nisa`: 93)
• Sabda
Rasulullah SAW:
“Pembunuhan
sengaja (hukumannya) adalah
qishash, kecuali jika
wali korban memaafkan.”(H.R. Abu
Dawud)
Penerapan
hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun melakukan
tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
II. PENGANIAYAAN
a.
Pengertian penganiayaan
Penganiayaan adalah
perbuatan pidana (tindak kejahatan), yang berupa melukai,
merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.
b.
Macam-macam penganiayaan
Penganiayaan dibagi
menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Pertama: Penganiayaan berat yaitu perbuatan
melukai atau merusak bagianbadan
yang menyebabkan hilangnya manfaat atau
fungsi anggota badan tersebut, seperti memukul tangan sampai
patah, merusak mata sampai buta dan lain sebagainya
Kedua: Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai
bagian badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan
hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.
Perbuatan
menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang.
Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa
dasar. Allah berfirman dalam surat surat al-Maidah ayat 45
وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ
فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَيۡنَ بِٱلۡعَيۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ
وَٱلۡأُذُنَ بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاص
Artinya: Dan
Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. (QS.Al-Maidah:
45)
III. QISHASH
a. Pengertian
qishash
Qishash berasal dari kata yang artinya
memotong atau berasal dari kata yang artinya
mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si pelaku sebagai pembalasan atas
perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi
pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang
lain yang dilakukan dengan sengaja.
b. Macam-macam qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Qishash pembunuhan
(yang merupakan hukuman bagi pembunu
c. Hukum
Qishash
Hukuman mengenai qishash ini, baik qishash
pembunuhan maupun qishah anggota badan, dijelaskan dalam al -Qur’an surat Al
Maidah: 45
وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ
فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَيۡنَ بِٱلۡعَيۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ
وَٱلۡأُذُنَ بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاصٞۚ فَمَن تَصَدَّقَ
بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٞ لَّهُۥۚ وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ
هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٤٥
Artinya: Dan Kami
telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa
yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus
dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
d. Syarat-syarat Qishash
Menurut Kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib :
Hukuman qishash
wajib dilakukan apabila
memenuhi syarat-syarat
sebagaimana
berikut:
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَحِ فَصْلُ وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ أَرْبَعٌ الْأَوَّلُ أَنْ يَكُوْنَ
الْقَاتِلُ بَالِغًا فَلَا قِصَاصَ عَلَى صَبِيٍّ
وَلَوْ قَالَ أَنَا الْآنَ صَبِيٌّ صُدِّقَ بِلَا
يَمِيْنٍ الثَّانِيْ أَنْ يَكُوْنَ
الْقَاتِلُ عَاقِلًا وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ فِيْ الْقَتْلِ أَرْبَعَةٌ فَيُمْتَنَعُ الْقِصَاصُ
مِنْ مَجْنُوْنٍ إِلَّا إِنْ تَقَطَّعَ جُنُوْنُهُ فَيُقْتَصُّ مِنْهُ زَمَنَ إِفَاقَتِهِ وَيَجِبُ الْقِصَاصُ عَلَى
مَنْ زَالَ عَقْلُهُ بِشُرْبِ مُسْكِرٍ مُتَعَدٍّ فِيْ شُرْبِهِ فَخَرَجَ مَنْ لَمْ يَتَعَدَّ
بِأَنْ شَرِبَ شَيْئًا ظَنَّهُ غَيْرَ مُسْكِرٍ فَزَالَ عَقْلُهُ فَلَا قِصَاصَ عَلَيْهِ وَ الثَّالِثُ
أَنْ لَا يَكُوْنَ الْقَاتِلُ وَالِدًا لِلْمَقْتُوْلِ فَلَا قِصَاصَ عَلَى وَالِدٍ
بِقَتْلِ وَلَدِهِ وَإِنْ سَفُلَ الْوَلَد قَالَ ابْنُ كَجٍّ وَلَوْ حَكَمَ حَاكِمٌ بِقَتْلِ وَالِدٍ بِوَلَدِهِ نُقِضَ حُكْمُهُ. وَ الرَّابِعُ أَنْ لَا
يَكُوْنَ الْمَقْتُوْلُ أَنْقَصَ مِنَ الْقَاتِلِ بِكُفْرٍ أَورِقٍّ فَلَا يُقْتَلُ
مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ حَرْبِيًّا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا أَوْ مُعَاهَدًا
Di dalam sebagian
redaksi dengan menggunakan bahasa, “(fasal) syarat-syarat wajibnya qishash ada
empat.”
1. Pertama, si
pembunuh sudah baligh.
Sehingga tidak ada kewajiban qishash atas anak
kecil. Seandainya si pembunuh berkata, “saya saat ini masih bocah (belum
baligh)”, maka ia dibenarkan tanpa harus bersumpah.
2. Kedua, si
pembunuh adalah orang yang berakal.
Sehingga qishash
tidak boleh dilakukan pada orang gila kecuali gilanya terputus-putus, maka dia
diqishash pada waktu sembuh.
Qishash wajib
dilaksanakan pada orang yang hilang akalny sebab meminum minumam memabukkan
akibat kecorobohan saat meminumnya.Maka mengecualikan orang yang tidak ceroboh,
seperti ia meminum sesuatu yang ia kira tidak memabukkan, namun ternyata
kemudian akalnya hilang, maka tidak ada kewajibanqishash atas dirinya.
3. Ketiga, si
pembunuh bukan orang tua korban yang dibunuh.
Maka tidak ada
kewajiban qishash atas orang tua yang membunuh anaknya sendiri, walaupun anak
hingga ke bawah (cucu)
Ibn Kajj berkata,
“seandainya seorang hakim memutuskan menghukum mati orang tua yang telah
membunuh anaknya, maka putusan hukum hakim tersebut batal.”
Sehingga
orang muslim tidak boleh dihukum mati sebab membunuh orang kafir harbi, dzimmi
atau kafir mu’ahhad.
e.
Hikmah Qishash
Hikmah yang dapat
dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sanga menjaga serta menjaga
kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku perbuatan pembunuhan
diancam dengan qishash baik yang terkait
pada al-jinayat ‘alan nafsi (tindak
pidan pembunuhan) ataupun al-jinayah
‘ala ma dunan
nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun
menghilangkan fungsinya) akan
menimbulkan banyak efek
positif. Yang terpenting
diantaranya adalah:
1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan.
2. Dapat
memelihara keamanan dan
ketertiban. Karena dengan
adanya qishash orang akan berβikir lebih jauh jika akan melakukan tindak
pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. Di sinilah qishash memiliki peran
penting dalam menjauhkan
manusia dari nafsu
membunuh ataupun menganiaya orang
lain, hingga akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh
dengan keamanan, kedamaian dan ketertiban.
وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ
حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٧٩
Artinya: Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa
IV. DIYAT
a.
Pengertian Diyat
Diyat secara
bahasa diyat yaitu denda atau ganti rugi pembunuhan. Secara istilah diyat
merupakan sejumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan pidana (jinayat)
kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh atau
teraniaya. Maksud disyariatkannya diyat
adalah mencegah praktik pembunuhan
atau penganiayaan terhadap
seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan
jiwa.
b.
Sebab-sebab Ditetapkannya Diyat
Diyat wajib dibayarkan karena beberapa
sebab berikut:
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan pihak
terbunuh (keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi
wajib baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2. Pembunuhan seperti sengaja.
3. Pembunuhan
tersalah
5. Qishash sulit
dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayat ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang
terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya)
c.
Macam-macam Diyat
1.
Diyat Mughalladzah atau denda berat
Diyat mughaladzah
adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri
·
30 hiqqah ( unta betina
berumur 3-4 tahun )
·
30 jadza’ah (unta
betina berumur 4-5 tahun )
·
40 unta khilfah ( unta
yang sedang bunting )
Yang wajib membayarkan diyat
mughaladzah adalah:
a. Pelaku tindak
pidana pembunuhan sengaja
yang dimaafkan olehkeluarga korban. Dalam hal ini diyat
harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti
qishash. Rasulullah Saw. bersabda:
“Barang siapa
yang membunuh dengan
sengaja, (hukumannya) harus
menyerahkan diri kepada
keluarga korban, jika
mereka menghendaki dapat
mengambil qishash, dan
jika mereka tidak
menghendaki (mengambil qishash), mereka dapat mengambil diyat berupa
30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5
tahun ) dan unta khilfah (unta yang sedang buntin)”(HR. at-Tirmidzi)
b. Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat
mughaladzah pada kasus pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga
pembunuh dan diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga
tahun, setiap tahunnya dibayar sepertiga.
2.
Diyat Mukhaffafah atau denda ringan
Diyat mukhaffafah yang dibayarkan
kepada keluarga korban ini beupa 100 ekor unta, terdiri dari
• 20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun)
• 20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5
tahun)
• 20 unta binta labun (unta betina umur lebih
dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2
tahun).Yang wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:
a. Pelaku
pembunuhan tersalah, dengan pembayaran diangsur selama 3 tahun, setiap tahunnya sepertiga dari jumlah
diyat. Rasulullah Saw. Bersabda Artinya:
“ Diyat khatha’
diperincikan lima macam,
yaitu 20 unta
hiqqah, 20 unta
jadza’ah, 20 unta
binta makhath (unta
betina lebih dari
1 tahun), 20
unta binta labun
(unta betina umur
lebih dari 2
tahun), dan 20
unta ibnu labun
(unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) (HR.
ad-Daruquthni)
b. Pelaku tindak pidana
yang berupa menciderai
anggota tubuh atau
menghilangkan fungsinya yang dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan
dengan sesuatu yang seharga dengan unta.
Aturan diyat
untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat
pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya:
1. Wajib
membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan
anggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki-laki) atau sepasang anggota
badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain-lain). Dalam
hadis yang diriwayatkan Jabir, Rasulullah Saw. bersabda:
“Pada
(memotong) kedua kaki
satu diyat penuh
(HR. Abu Dawud )
Riwayat tersebut
menegaskan bahwa pelaku
tindak pidana pemotongan anggota
tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh setelah korban
atau keluarga korban memaafkannya. Jika korban ataupun keluarga korban tak
memaafkannya, maka ia diqishash.
2. Wajib membayar
setengah diyat berupa
50 ekor unta,
jika seseorang memotong salah
satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu kaki, satu mata,
satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda:
“Dalam merusak
satu telinga wajib
membayar 50 ekor
unta” (HR. Al-Baihaqi)
3. Wajib
membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam,
semisal melukai kepala sampai otak.
4. Wajib
membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan
kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
6. Wajib
membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan
giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).
Adapun teknis pembayaran diyat, jika
diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang
seharga unta tersebut. Ketentuan-ketentuan yang belum ada aturan hukumnya
diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
e. Hikmah Diyat
Hikmah
terbesar ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai
obat hati dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan ataupun penganiayaan. Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya
diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai dua pilihan.
Pertama; meminta qishash, kedua;
memaafkan pelaku tindak
pembunuhan atau penganiayaan
dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih keluarga korban, maka
secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi
bersih dari amarah ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku
tindak pembunuhan ataupun penganiayaan.
Walaupun
demikian, secara manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa
dihilangkan begitu saja dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban
telah berniat dari awal “untuk memaafkan pelaku tindak pidana” maka dorongan
batin itu lambat laun akan menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban
benar-benar bisa memaafkan pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
V.
KAFFARAH
a.
Pengertian kaffarah
Kaffarah yaitu denda yang harus dibayar
karena melanggar larangan Allah atau melanggar janji. Kaffarah merupakan asal
kata dari kata kufr yang artinya tertutup. Maksudnya, tertutupnya hati
seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran terhadap aturan syar’i.
Sedangkan secara istilah, kaffarah adalah denda yang wajib dibayarkan oleh
seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan
tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.
b.
Macam-macam kaffarah
Berikut penjelasan singkat macam-macam
kaffarah:
1.
Kaffarah Pembunuhan
Agama
Islam sangat melindungi
jiwa. Darah tidak
boleh ditumpah kan tanpa
sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang
lain selain dihadapkan pada salah satu dari dua pilihanyaitu; diqishash atau
membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar kaffarah. Kaffarah bagi pembunuh adalah memerdekakan
budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan selanjutnya adalah berpuasa
2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam surat
an-Nisa’ ayat 92:
وَمَن قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَٔٗا فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ
مُّؤۡمِنَةٖ وَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُواْۚ
فَإِن كَانَ مِن قَوۡمٍ عَدُوّٖ لَّكُمۡ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖۖ
وَإِن كَانَ مِن قَوۡمِۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُم مِّيثَٰقٞ فَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ
أَهۡلِهِۦ وَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ
مُتَتَابِعَيۡنِ تَوۡبَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ ٩٢
2.
Kaffarah Dzihar
Dzihar adalah
perkataan seorang suami
kepada istrinya, "kau
bagiku seperti punggung ibuku". Pada masa jahiliyyah dzihar
dianggap sebagai thalaq. Akan tetapi setelah syariah islamiyyah turun,
ketetapan hukum dzihar yang berlaku di kalangan masyarakat jahiliyyah
dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku
dzihar wajib menunaikan kaffarah dzihar
sebelum ia melakukan
hubungan biologis dengan
istrinya. Kaffarah seorang suami yang mendzihar istrinya adalah memerdekakan
hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua
yaitu berpuasa bulan berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu
melakukannya, maka ia mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60
fakir miskin.
3.
Kaffarah melakukan hubungan biologis di siang hari pada bulan
RamadhanKaffarah yang
ditetapkan untuk pasangan
suami istri yang
melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama
dengan kaffarahdzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka melakukan
hubungan suami istri (intim) di siang hari bulan Ramadhan.
4.
Kaffarah karena melanggar sumpah
5.
Kaffarah Ila’
Kaffarah
Ila’ adalah sumpah
suami untuk tidak
melakukan hubungan biologis
dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal perkataan suami kepada istrinya,
"demi Allah aku tidak akan menggaulimu". Konsekuensi yang muncul
karena ila’ adalah suami membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan
kaffarah yamı̂n (kaffarah melanggar sumpah).
6.
Kaffarah karena membunuh binantang buruan pada saat berihram.
Kaffarah jenis ini adalah mengganti
binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa.
Aturan kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.
c.
Hikmah Kaffarah
Secara umum, hikmah kaffarah sebagai berikut:
1. Manusia benar-benar
menyesali pebuatan yang keliru, telah
berbuat dosa kepada Allah dan merugikan
sesama manusia
2. Menuntun manusia agar
segera bertaubat kepada Allah atas tindak maksiat yang ia lakukan.
3. Menstabilakan mental
manusia, hingga ia merasakan ketenangan diri karena tuntunan agama (membayar
kaffarah) telah ia tunaikan.
[1] Abu
Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,(Surabaya:
Al Miftah, 2011), 200
[2] Abu
Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,(Surabaya:
Al Miftah, 2011), 200
[3] Abu
Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,200
[4] Abu
Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib, 200
[5] Abu
Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,(Surabaya:
Al Miftah, 2011), 201
semoga bermanfaat..:)
BalasHapus