Jumat, 20 April 2018

fiqih tentang jinayat

JINAYAT DAN HIKMAHNYA
Dalam ilmu Fikih persoalan-persoalan mengenai perbuatan kejahatan dan sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelakunya dibicarakan dalam bab jarimah atau uqubah. Jarimah menjangkau dua kelompok pembahasan yaitu jinayat dan hudud. Jinayat yaitu pembahasan mengenai tindak kejahatan pembunuhan dan penganiayaan serta sanksi hukumnya seperti qishash, diyat dan kaffarah. Sedangkan hudud membahas tentang tindak kejahatan selain pembunuhan dan penganiayaan seperti berzina, qadzaf, mencuri, merampok dan lain-lain serta sangsi hukum yang dikenakan atas pelaku-pelaku kejahatan tersebut.
I. JINAYAT
1. Pembunuhan
a. Pengertian Pembunuhan
Dalam bahasa arab, pembunuhan disebut Al-qatl, yang berasal dari kata qatala artinya mematikan atau suatu tindakan menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melanggar hukum.  Sedangkan secara istilah pembunuh adalah pebuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang baik dengan sengaja atau pun tidak sengaja, baik dengan alat yang mematikan atau pun dengan alat yang tidak mematikan, artinya melenyapkan nyawa seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan menggunakan alat mematikan ataupun tidak mematikan.
Menurut wahbah juhaili pembunuhan merupakan perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hiangnya nyawa, baik dilakukan sengaja maupun tidak sengaja.
b. Macam-macam Pembunuhan
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
الْقَتْلُ عَلَى ثَلَاثَةِ أَضْرُبٍ لَا رَابِعَ لَهَا عَمْدٌ مَحْضٌ وَهُوَ مَصْدَرُ عَمَدَ بِوَزْنِ ضَرَبَ وَمَعْنَاهُ الْقَصْدُ  خَطَأٌ مَحْضٌ وَعَمْدٌ خَطَأٌ
Pembunuhan ada tiga macam, tidak ada yang ke empat. pertama- pembunuhan ‘amdun mahdun (murni sengaja). Lafadz ‘amdun adalah bentuk masdar dari fi’il madli “’amida” satu wazan dengan lafadz “dlaraba”, dan maknanya adalah sengaja, kedua dan ketiga- khatha’ mahdlun (murni tidak sengaja), dan ‘amdun khatha’ (sengaja namun salah).[1]
Pembunuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan seperti sengaja, dan Pembunuhan Tersalah
1.  Pembunuhan sengaja  yaitu pembunuhan yang telah direncanakan dengan menggunakan alat yang mematikan, baik yang melukai atau memberatkan (mutsaqal). Dikatakan pembunuhan sengaja apabila ada niat dari pelaku sebelumnya dengan menggunakan alat atau senjata yang  mematikan. Si pembunuh termasuk orang yang baligh dan yang dibunuh (korban) adalah orang yang baik.
2.    Pembunuhan seperti sengaja yaitu pembunuhan  seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang tanpa niat membunuh dan menggunakan alat yang biasanya tidak mematikan, namun menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
3.   Pembunuhan tersalah yaitu pembunuhan yang terjadi karenasalah satu dari tiga kemungkinan. Pertama; perbuatan tanpa maksud melakukan kejahatan tetapi mengakibatkan kematian seseorang., kedua; perbuatan yang mempunyai niat membunuh, namun ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh, ketiga; perbuatan yang pelakunya tidak bermaksud jahat, tetapi akibat kelalaiannya dapat menyebabkan kematian seseorang.
c. Dasar Hukum Larangan Membunuh
Membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Firman Allah SWT:
. وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ ٣٣
Artinya : Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. (Qs. Al-isra`: 33)
Karena ada ketegasan mengenai larangan pembunuhan, maka jika ada dua pihak yang saling membunuh tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’, maka orang yang membunuh maupun yang terbunuh sama-sama akan masuk neraka.
d. Hukuman bagi Pelaku Pembunuhan
Pelaku  atau  orang  yang  melakukan  pembunuhan  setidaknya  telah melangggar tiga macam hak, yaitu; hak Allah, hak ahli waris dan hak orang yang terbunuh. Artinya, balasan di dunia diserahkan kepada ahli waris korban, apakah pembunuh akan di qishash atau dimaafkan. Jika pembunuh dimaafkan, maka wajib baginya membayar diyat kepada ahli waris korban. Sedangkan mengenai hak Allah, akan diberikan di akhirat nanti, apakah pembunuh  akan  dimaafkan  oleh  Allah  SWT.,  karena  telah  melaksanakan kaffarah atau akan disiksa di akhirat kelak.
Berikut keterangan singkat tentang hukuman bagi pembunuh sesuai dengan macamnya.
1.  Pembunuhan sengaja
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:

وَيَقْصِدَ الْجَانِيْ قَتْلَهُ أَيِ الشَّخْصِ بِذَلِكَ الشَّيئِ
وَحِيْنَئِذٍ فَيَجِبُ الْقَوَدُ أَيِ الْقِصَاصُ عَلَيْهِ أَيِ الشَّخْصِ الْجَانِيْ
Dan pelaku sengaja untuk membunuh korban dengan sesuatu tersebut. Dan ketika demikian, maka sang pelaku wajib di-qishash.[2]
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash yaitu pelaku harus diberikan sanksi yang berat. Dalam hal ini hakim menjadi pelaksana qishash, keluarga korban tidak diperbolehkan main hakim sendiri Jika keluarga korban memaafkan pelaku pembunuhan, maka hukumannya adalah membayar diyat mughalladzah (denda berat) yang diambilkan dari harta pembunuh dan dibayarkan secara tunai kepada pihak keluarga. Selain itu pembunuh juga harus menunaikan kaffarah.
2.  Pembunuhan seperti sengaja
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
فَلَا قَوَدَ عَلَيْهِ أَيِ الرَّامِيْ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ دِيَّةٌ مُخَفَّفَةٌ وَسَيَذْكُرُ الْمُصَنِّفُ بَيَانَ تَخْفِيْفِهَا عَلَى الْعَاقِلَةِ مُؤَجَّلَةٌ عَلَيْهِمْ فِيْ ثَلَاثِ سِنِيْن
Maka tidak ada kewajiban qishash bagi orang yang melempar, akan tetapi ia wajib membayar diyat mukhaffafah (yang diringankan) yang dibebankan kepada ahli waris ashabah si pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun. [3]
Pelaku pembunuhan seperti sengaja tidak di-qishash. Ia dihukum dengan membayar  diyat mughaladzah  (denda  berat)  yang  diambilkan  dari  harta keluarganya dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarah. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
 “Barang siapa membunuh dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga terbunuh. Jika mereka (keluarga terbunuh) menghendaki, mereka dapat mengambil qishash.  Dan  jika  mereka  menghendaki  (tidak  mengambil  qishash)  mereka  dapat  mengambil diyat berupa 30 ekor hiqqah, 30 ekor jad’ah, dan 40 ekor khilfah” (H.R. Tirmidzi).
Hadis Rasulullah tersebut merupakan dalil diwajibkannya diyat mughaladzah bagi pelaku tindak pembunuhan sengaja (yang dimaafkan keluarga korban) dan pelaku tindak pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan tersalah
Menurut kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib:
فَلَا قَوَدَ عَلَيْهِ بَلْ تَجِبُ دِيَّةٌ مُغَلَّظَةٌ عَلَى الْعَاقِلَةِ مُؤَجَّلَةٌ فِيْ ثَلَاثِ سِنِيْنَ وَسَيَذْكُرُ
Maka tidak ada kewajiban had atas si pelaku, akan tetapi wajib membayar diyat mughalladhah(diberatkan) yang dibebankan kepada waris si pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun.[4]
Hukuman bagi pembunuhan tersalah adalah membayar diyat mukhaffafah (denda ringan) yang diambilkan dari harta keluarga pembunuh dan dapat dibayarkan secara bertahap selama tiga tahun kepada keluarga korban, setiap tahunnya sepertiga. Rasulullah SAW., bersabda:
 “Diyat khata’ itu terdiri dari 5 macam hewan. 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur limat tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun.”(H.R. Daruquthni)
Selain itu pembunuh juga harus melaksanakan kaffarat, sesuai dengan firman Allah SWT :
وَمَن قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَ‍ٔٗا فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖ وَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦٓ
Artinya: dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (Qs. An-Nisa`:92)
e. Pembunuhan secara Berkelompok
Apabila sekelompok orang secara bersama-sama membunuh seseorang, maka mereka harus dihukum qishash. Hal ini disandarkan pada pernyataan Umar bin Khattab terkait praktik pembunuhan secara berkelompok yang diriwayatkan Imam Bukhari berikut:
 “Dari Sa’id bin Musayyab bahwa Umar ra telah menghukum bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki secara dzalim (dengan ditipu) di tempat sunyi. Kemudian ia berkata :Seandainya semua penduduk Sun’a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh semua.” (HR. al-Bukhari)

f. Hikmah Larangan Membunuh
Islam menerapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan tiada lain untuk memelihara  kehormatan  dan  keselamatan  jiwa  manusia.  Pelaku  tindak pembunuhan diancam dengan hukuman yang setimpal sesuai perbuatannya. Di antara dalil yang menjelaskan tentang hukuman bagi pembunuh adalah:
•  Firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa ayat 93:
وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا ٩٣

Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.(QS.An-nisa`: 93)
• Sabda Rasulullah SAW:
 “Pembunuhan  sengaja  (hukumannya)  adalah  qishash,  kecuali  jika  wali  korban memaafkan.”(H.R. Abu Dawud)
Penerapan hukuman yang berat bagi pembunuh dimaksudkan agar tak seorang pun melakukan tindakan kejahatan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
II. PENGANIAYAAN

a.    Pengertian penganiayaan
Penganiayaan  adalah  perbuatan  pidana  (tindak kejahatan), yang berupa melukai, merusak atau menghilangkan fungsi anggota tubuh.
b.    Macam-macam penganiayaan
Penganiayaan dibagi menjadi dua macam yaitu penganiayaan berat dan penganiayaan ringan.
Pertama: Penganiayaan berat yaitu perbuatan melukai atau merusak bagianbadan  yang  menyebabkan  hilangnya manfaat  atau  fungsi  anggota  badan tersebut, seperti memukul tangan sampai patah, merusak mata sampai buta dan lain sebagainya
Kedua:   Penganiayaan ringan yaitu perbuatan melukai bagian badan yang tidak sampai merusak atau menghilangkan fungsinya melainkan hanya menimbulkan cacat ringan seperti melukai hingga menyebabkan luka ringan.
c.  Dasar Hukuman Tindak Penganiaayaan
Perbuatan menganiaya orang lain tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam dilarang. Larangan berbuat aniaya ini sama dengan larangan membunuh orang lain tanpa dasar. Allah berfirman dalam surat surat al-Maidah ayat 45
وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَيۡنَ بِٱلۡعَيۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ وَٱلۡأُذُنَ بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاص
Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. (QS.Al-Maidah: 45)
III. QISHASH
a.  Pengertian qishash
Qishash berasal dari kata yang artinya memotong atau berasal dari kata  yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si pelaku sebagai pembalasan atas perbuatannya. Menurut syara’ qishash ialah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun perusakan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.
       b.    Macam-macam qishash
Berdasarkan pengertian di atas maka qishash dibedakan menjadi dua yaitu:
                 1. Qishash pembunuhan (yang merupakan hukuman bagi pembunu
                 2. Qishash anggota badan (yang merupakan hukuman bagi pelaku tindak pidana melukai, merusak atau menghilangkan  fungsi anggota badan).
       c.    Hukum Qishash
Hukuman mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan, dijelaskan dalam al -Qur’an surat Al Maidah: 45
وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَيۡنَ بِٱلۡعَيۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ وَٱلۡأُذُنَ بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاصٞۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٞ لَّهُۥۚ وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ٤٥
Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
d.  Syarat-syarat Qishash
Menurut Kitab Mattan Al-Gayyah Wa Taqrib :
Hukuman  qishash  wajib  dilakukan  apabila  memenuhi  syarat-syarat
sebagaimana berikut:
وَفِيْ بَعْضِ النُّسَحِ فَصْلُ وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ أَرْبَعٌ الْأَوَّلُ أَنْ يَكُوْنَ الْقَاتِلُ بَالِغًا فَلَا قِصَاصَ عَلَى صَبِيٍّ وَلَوْ قَالَ أَنَا الْآنَ صَبِيٌّ صُدِّقَ بِلَا يَمِيْنٍ الثَّانِيْ أَنْ يَكُوْنَ الْقَاتِلُ عَاقِلًا وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الْقِصَاصِ فِيْ الْقَتْلِ أَرْبَعَةٌ فَيُمْتَنَعُ الْقِصَاصُ مِنْ مَجْنُوْنٍ إِلَّا إِنْ تَقَطَّعَ جُنُوْنُهُ فَيُقْتَصُّ مِنْهُ زَمَنَ إِفَاقَتِهِ وَيَجِبُ الْقِصَاصُ عَلَى مَنْ زَالَ عَقْلُهُ بِشُرْبِ مُسْكِرٍ مُتَعَدٍّ فِيْ شُرْبِهِ فَخَرَجَ مَنْ لَمْ يَتَعَدَّ بِأَنْ شَرِبَ شَيْئًا ظَنَّهُ غَيْرَ مُسْكِرٍ فَزَالَ عَقْلُهُ فَلَا قِصَاصَ عَلَيْهِ وَ الثَّالِثُ أَنْ لَا يَكُوْنَ الْقَاتِلُ وَالِدًا لِلْمَقْتُوْلِ فَلَا قِصَاصَ عَلَى وَالِدٍ بِقَتْلِ وَلَدِهِ وَإِنْ سَفُلَ الْوَلَد قَالَ ابْنُ كَجٍّ وَلَوْ حَكَمَ حَاكِمٌ بِقَتْلِ وَالِدٍ بِوَلَدِهِ نُقِضَ حُكْمُهُ. وَ الرَّابِعُ أَنْ لَا يَكُوْنَ الْمَقْتُوْلُ أَنْقَصَ مِنَ الْقَاتِلِ بِكُفْرٍ أَورِقٍّ فَلَا يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ حَرْبِيًّا كَانَ أَوْ ذِمِّيًا أَوْ مُعَاهَدًا
Syarat kewajiban qishash dalam kasus pembunuhan ada empat.
Di dalam sebagian redaksi dengan menggunakan bahasa, “(fasal) syarat-syarat wajibnya qishash ada empat.”
1. Pertama, si pembunuh sudah baligh.
 Sehingga tidak ada kewajiban qishash atas anak kecil. Seandainya si pembunuh berkata, “saya saat ini masih bocah (belum baligh)”, maka ia dibenarkan tanpa harus bersumpah.
2. Kedua, si pembunuh adalah orang yang berakal.
Sehingga qishash tidak boleh dilakukan pada orang gila kecuali gilanya terputus-putus, maka dia diqishash pada waktu sembuh.
Qishash wajib dilaksanakan pada orang yang hilang akalny sebab meminum minumam memabukkan akibat kecorobohan saat meminumnya.Maka mengecualikan orang yang tidak ceroboh, seperti ia meminum sesuatu yang ia kira tidak memabukkan, namun ternyata kemudian akalnya hilang, maka tidak ada kewajibanqishash atas dirinya.
3. Ketiga, si pembunuh bukan orang tua korban yang dibunuh.
Maka tidak ada kewajiban qishash atas orang tua yang membunuh anaknya sendiri, walaupun anak hingga ke bawah (cucu)
Ibn Kajj berkata, “seandainya seorang hakim memutuskan menghukum mati orang tua yang telah membunuh anaknya, maka putusan hukum hakim tersebut batal.”
4. Ke empat, korban yang terbunuh statusnya tidak sebawah status si pembunuh, sebab  kafir atau status budak.[5]
    Sehingga orang muslim tidak boleh dihukum mati sebab membunuh orang kafir harbi, dzimmi atau kafir mu’ahhad.
       e.    Hikmah Qishash
Hikmah yang dapat dipetik bahwa Islam menerapkan hukuman yang sanga menjaga serta menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Pelaku perbuatan pembunuhan diancam  dengan qishash baik yang terkait pada al-jinayat  ‘alan  nafsi  (tindak pidan pembunuhan) ataupun al-jinayah  ‘ala  ma  dunan  nafsi (tindak pidana yang berupa merusak anggota badan ataupun menghilangkan  fungsinya)  akan  menimbulkan  banyak  efek  positif.  Yang terpenting diantaranya adalah:

 1. Dapat memberikan pelajaran bagi kita bahwa keadilan harus ditegakkan. Betapa tinggi nilai jiwa dan badan manusia, jiwa diganti dengan jiwa, anggota badan juga diganti dengan anggota badan.

 2. Dapat  memelihara  keamanan  dan  ketertiban.  Karena  dengan  adanya qishash orang akan berβikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. Di sinilah qishash memiliki peran penting  dalam  menjauhkan  manusia  dari  nafsu  membunuh  ataupun menganiaya orang lain, hingga akhirnya manusia akan merasakan atmosfer kehidupan yang penuh dengan keamanan, kedamaian dan ketertiban.
3. Dapat  mencegah  pertentangan  dan  permusuhan  yang  mengundang terjadinya pertumpahan darah. Dalam konteks ini qishash memiliki andil besar  membantu  program  negara  dalam  usaha  memberantas  berbagai macam praktik kejahatan, sehingga ketentraman dan keamanan masyarakat terjamin. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya:
وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٧٩
Artinya: Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa
IV.   DIYAT
       a.    Pengertian Diyat
Diyat secara bahasa diyat yaitu denda atau ganti rugi pembunuhan. Secara istilah diyat merupakan sejumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan pidana (jinayat) kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh  atau  teraniaya.  Maksud  disyariatkannya  diyat  adalah  mencegah praktik  pembunuhan  atau  penganiayaan  terhadap  seseorang  yang  sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan jiwa.
       b.    Sebab-sebab Ditetapkannya Diyat
                    Diyat wajib dibayarkan karena beberapa sebab berikut:
1. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan pihak terbunuh (keluarga korban). Dalam hal ini pembunuh tidak diqishash, akan tetapi wajib baginya menyerahkan diyat kepada keluarga korban.
2.  Pembunuhan seperti sengaja.
3.  Pembunuhan tersalah
4. Pembunuh lari, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks semisal ini, diyat dibebankan kepada keluarga pembunuh.
5.  Qishash sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada jinayat ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana yang terkait dengan melukai anggota badan atau menghilangkan fungsinya)
       c.     Macam-macam Diyat
  1.  Diyat Mughalladzah atau denda berat
  Diyat mughaladzah adalah membayarkan 100 ekor unta yang terdiri
·         30 hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun )
·         30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun )
·         40 unta khilfah ( unta yang sedang bunting )
Yang wajib membayarkan diyat mughaladzah adalah:
a.  Pelaku  tindak  pidana  pembunuhan  sengaja  yang  dimaafkan  olehkeluarga korban. Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti qishash. Rasulullah Saw. bersabda: 
                                “Barang  siapa  yang  membunuh  dengan  sengaja,  (hukumannya)  harus  menyerahkan   diri   kepada   keluarga   korban,   jika   mereka   menghendaki   dapat   mengambil  qishash,  dan  jika  mereka  tidak  menghendaki  (mengambil  qishash), mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan unta khilfah (unta yang sedang buntin)”(HR. at-Tirmidzi)
b. Pelaku pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughaladzah pada kasus pembunuhan seperti sengaja ini dibebankan kepada keluarga pembunuh dan diberikan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, setiap tahunnya dibayar sepertiga.
c.  Pelaku Pembunuhan di Tanah Haram (Makkah), atau pada asyhurul hurum (Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah), atau pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap mahramnya.  20 unta binta makhadh ( unta betina lebih dari 1 tahun),
        2.  Diyat Mukhaffafah atau denda ringan
          Diyat mukhaffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini beupa 100 ekor unta, terdiri dari
•  20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun)
•  20 unta jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun)
•  20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun).Yang wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:
a.  Pelaku pembunuhan tersalah, dengan pembayaran diangsur selama 3  tahun, setiap tahunnya sepertiga dari jumlah diyat. Rasulullah Saw. Bersabda Artinya:  “  Diyat  khatha’  diperincikan  lima  macam,  yaitu  20  unta  hiqqah,  20  unta  jadza’ah,  20  unta  binta  makhath  (unta  betina  lebih  dari  1  tahun),  20  unta  binta  labun  (unta  betina  umur  lebih  dari  2  tahun),  dan  20  unta  ibnu  labun  (unta  jantan  berumur lebih dari 2 tahun) (HR. ad-Daruquthni)
b.   Pelaku  tindak  pidana  yang  berupa  menciderai  anggota  tubuh  atau  menghilangkan fungsinya yang dimaafkan oleh korban atau keluarganya. Jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka diyat wajib dibayarkan dengan sesuatu yang seharga dengan unta.
       d.    Diyat karena kejahatan melukai atau memotong anggota badan
Aturan diyat untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya:
1.  Wajib membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan anggota badan tunggal (lidah, hidung, kemaluan laki-laki) atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan lain-lain). Dalam hadis yang diriwayatkan Jabir, Rasulullah Saw. bersabda:
         “Pada  (memotong)  kedua  kaki  satu  diyat  penuh  (HR.  Abu  Dawud )
       Riwayat  tersebut  menegaskan  bahwa  pelaku  tindak  pidana pemotongan anggota tubuh tunggal ataupun berpasangan wajib membayar diyat penuh setelah korban atau keluarga korban memaafkannya. Jika korban ataupun keluarga korban tak memaafkannya, maka ia diqishash.
2.   Wajib  membayar  setengah  diyat  berupa  50  ekor  unta,  jika  seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya. Terkait dengan hal ini Rasulullah bersabda:
       “Dalam  merusak  satu  telinga  wajib  membayar  50  ekor  unta”  (HR.  Al-Baihaqi)
3.  Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.
4.  Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
5.  Wajib membayar 10 ekor unta bagi  seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).
6.  Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).
        Adapun teknis pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuan-ketentuan yang belum ada aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan hakim.
       e. Hikmah Diyat
               Hikmah terbesar ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. Kita dapat merasakan hikmah diwajibkannya diyat saat kita menelaah secara seksama bahwa keluarga korban mempunyai dua pilihan. Pertama; meminta  qishash,  kedua;  memaafkan  pelaku  tindak  pembunuhan  atau penganiayaan dengan kompensasi diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan  apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun penganiayaan.
               Walaupun demikian, secara manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal “untuk memaafkan pelaku tindak pidana” maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaafkan pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
               Sampai titik ini, semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media syar’i efektif pencegah pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
V.    KAFFARAH
a.    Pengertian kaffarah
Kaffarah yaitu denda yang harus dibayar karena melanggar larangan Allah atau melanggar janji. Kaffarah merupakan asal kata dari kata kufr yang artinya tertutup. Maksudnya, tertutupnya hati seseorang hingga ia berani melakukan pelanggaran terhadap aturan syar’i. Sedangkan secara istilah, kaffarah adalah denda yang wajib dibayarkan oleh seseorang yang telah melanggar larangan Allah tertentu. Kaffarah merupakan tanda taubat kepada Allah dan penebus dosa.
b.    Macam-macam kaffarah
Berikut penjelasan singkat macam-macam kaffarah:
1.   Kaffarah Pembunuhan
                           Agama  Islam  sangat  melindungi  jiwa.  Darah  tidak  boleh  ditumpah kan tanpa sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain dihadapkan pada salah satu dari dua pilihanyaitu; diqishash atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar kaffarah.  Kaffarah bagi pembunuh adalah memerdekakan budak muslim. Jika ia tak mampu melakukannya maka pilihan selanjutnya adalah berpuasa 2 bulan berturut-turut. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 92:
وَمَن قَتَلَ مُؤۡمِنًا خَطَ‍ٔٗا فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖ وَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُواْۚ فَإِن كَانَ مِن قَوۡمٍ عَدُوّٖ لَّكُمۡ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖۖ وَإِن كَانَ مِن قَوۡمِۢ بَيۡنَكُمۡ وَبَيۡنَهُم مِّيثَٰقٞ فَدِيَةٞ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ وَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مُّؤۡمِنَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ تَوۡبَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ ٩٢
Artinya: dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah.
2.  Kaffarah Dzihar
               Dzihar  adalah  perkataan  seorang  suami  kepada  istrinya,  "kau  bagiku seperti punggung ibuku". Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai thalaq. Akan tetapi setelah syariah islamiyyah turun, ketetapan hukum dzihar yang berlaku di kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa dzihar bukanlah thalaq, dan pelaku dzihar wajib menunaikan  kaffarah  dzihar  sebelum  ia  melakukan  hubungan  biologis dengan istrinya. Kaffarah seorang suami yang mendzihar istrinya adalah memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa bulan berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.
3.  Kaffarah melakukan hubungan biologis di siang hari pada bulan
               RamadhanKaffarah  yang  ditetapkan  untuk  pasangan  suami  istri  yang  melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama dengan kaffarahdzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari mereka melakukan hubungan suami istri (intim) di siang hari bulan Ramadhan.
4.  Kaffarah karena melanggar sumpah
                Kaffarah  bagi  seorang  yang  bersumpah  atas  nama  Allah  kemudian  ia melanggarnya  adalah  memberi  makan  10  fakir  miskin,  atau  memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari berturut-turut. Dalil naqli terkait hal ini adalah firman Allah ta’ala dalam surat al-Maidah ayat 89.
5.  Kaffarah Ila’
                Kaffarah  Ila’  adalah  sumpah  suami  untuk  tidak  melakukan  hubungan biologis dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal perkataan suami kepada istrinya, "demi Allah aku tidak akan menggaulimu". Konsekuensi yang muncul karena ila’ adalah suami membayar kaffarah ila’ yang jenisnya sama dengan kaffarah yamı̂n (kaffarah melanggar sumpah).
6.  Kaffarah karena membunuh binantang buruan pada saat berihram.  
               Kaffarah jenis ini adalah mengganti binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa. Aturan kaffarah ini Allah jelaskan dalam surat al-Maidah ayat 95.
        c.   Hikmah Kaffarah
Secara umum, hikmah kaffarah sebagai berikut:
1.  Manusia benar-benar menyesali pebuatan  yang keliru, telah berbuat  dosa kepada Allah dan merugikan sesama manusia
2.  Menuntun manusia agar segera bertaubat kepada Allah atas tindak maksiat yang ia lakukan.
3.  Menstabilakan mental manusia, hingga ia merasakan ketenangan diri karena tuntunan agama (membayar kaffarah) telah ia tunaikan.




[1] Abu Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,(Surabaya: Al Miftah, 2011), 200
[2] Abu Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,(Surabaya: Al Miftah, 2011), 200
[3] Abu Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,200
[4] Abu Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib, 200
[5] Abu Suja` Ahmad Bin Al-Husaini, Terjemah Matan Al Ghayyah Wattaqrib,(Surabaya: Al Miftah, 2011), 201

1 komentar: